Dunia Rafi

Wish me all the best…!!

Posted in DuniaRafi by wiratara on Juli 27, 2009

Malam ini aku begadang lagi — ya, mungkin itulah tag line yang tepat untuk tulisan ini. Betapa tidak, aku harus bangun pagi2 jam 4 subuh untuk memulai hari baru dengan sebuah ‘tes tertulis’ yang mungkin merupakan salah satu dari ‘babak baru’ dalam kehidupan dan dalam karirku. Mengingat pengalaman-pengalaman lampau aku tidak bisa terbangun meski jam weker sudah di set, akhirnya aku memutuskan untuk tidak tidur saja malam ini (cuman tadi sore jam 8-11 p.m. udah lumayan tidur bentar).

Syukur yang tak terperi –ya, itu mungkin adalah tag line yang kedua. Why? Kenapa? karena setelah sekian lama tiada terdengar kabar, tiba2 saja kemarin pagi isteriku menelepon “Mas, tadi ada orang dari perwakilan kantor *** menelepon, menanyakan apakah bisa ‘written test’ online besok tanggal 28 jam 9.00-11.00 pagi; mereka minta konfirmasi via e-mail sekarang!”..meski saat telepon berbunyi aku baru saja bisa tertidur dua jam (3.30 a.m. – 5.30 a.m.), namun cukup menjadi ‘energizer’ untuk segera menyalakan komputer dan membuka e-mail yahoo-ku. Wah, lamaran yang sudah aku kirimkan 1,5 bulan yang lalu dan aku pikir sudah ditolak ternyata ceritanya belum selesai. Alhamdulillah…

Nervous — Ya, itulah perasaanku saat ini. Walau kemarin sempat kontak dengan kawan yang kerja disana dan diberikan sedikit arahan, tetapi tetap aja masih nervous. Sama kayak waktu mau UMPTN atau mau ujian ko-ass di bagian-bagian besar (khususnya Obs-gyn yang sempat tak lulus..hiks..).

Do’a — Ya, hanya itulah penolongku saat ini. Dalam setiap do’a aku seringkali panjatkan kepada-Nya “Ya Alloh, jika ini adalah jalan yang terbaik untukku maka dekatkan dan lancarkanlah usahaku; tetapi jika menurut-Mu jalan ini bukan yang terbaik untukku maka jauhkan lah dan buatlah aku tetap sabar..”

Dear All, wish me luck and I hope the same thing to you….

 

Diemen, 28 July 2009. 01.04 a.m. after midnight

Merasa diperlakukan tidak adil??

Posted in CelotehAyah&Mama by wiratara on Maret 10, 2009

“Ah…atasan saya tidak adil..saya selalu diberikan tugas lebih berat dari pada teman2 yang lain, padahal teman saya yang posisinya sama dengan saya bisa nyantai setiap hari…..”

Sering kita jumpai atau bahkan kita alami sendiri; pengalaman, keluhan, sumpah serapah (#@^^##sdad %#@!)  atau sebagainya. Mungkin anda menganggap nasib anda jelek, kurang beruntung, apes atau apalah. Tapi tahukah anda; kenapa atasan anda melakukan hal tersebut??

Saya pernah dalam posisi seperti itu (jadi bawahan) dan saya pernah juga berada diposisi yang memberikan tugas (pura2nya atasan). Nah, saya akhirnya baru tersadar dan mensyukuri bahwa atasan dulu memberikan beban kerja yang cukup tinggi kepada saya hingga membuat saya di kemudian hari menjadi pribadi yang lumayan bandel/kuat, tenang, dan dapat diandalkan (itu kata orang2, tingkat kebenaran dan validitas masih dapat dipertanyakan). Saya terkadang tertawa geli mengingat kejadian2 dimana saya mengumpat, mengeluh atau bahkan menceritakan kejelekan2 atasan (subyektif menurut versi saya) kepada teman2 lain yang kebetulan setali tiga uang dengan saya. Saat itu mata saya begitu tertutup dan tidak bisa mencerna sesuatu yang sebenarnya gamblang; bahwa atasan saya memberikan beban kerja berlebih kepada saya karena dia percaya bahwa saya bisa dan juga kedua karena dia ingin saya berkembang!

Ya, kalau tidak atas dasar percaya, seorang atasan tidak akan menyerahkan begitu saja tugas (apa lagi yang penting) kepada seorang karyawan (ingat: seorang pimpinan juga butuh mikir kepada siapa tugas akan diberikan). Jadi anda dianggap dapat dipercaya dan kapabel.

Saya pernah punya beberapa staf yang saya sukai. Rajin, mampu dijadikan lawan diskusi dan juga punya inisiatif tinggi. Saya suka sekali menyerahkan tugas2 yang cukup penting kepada mereka dengan deadline tentunya dan mereka bisa tuh.  Memang agak berat awalnya. Saya masuk di NGO saya sebagai staf baru dan anggota tim saya rata2 sudah bekerja diatas 2 tahun. Saat masuk saya kenalkan diri saya dan tentunya style kepemimpinan saya. Dalam 3 bulan pertama, kelihatan mereka kurang bisa mengikutinya, mungkin karena transisi dari pemimpin sebelumnya yang ABS dan “ndoroni” ke saya yang cenderung “egaliter, mandiri, dan terbuka”. Dari awal saya tekankan, bahwa saya bukan atasan dan mereka bukan bawahan, tetapi kami adalah tim, dengan posisi dan peran masing2 yang saling terkait. Setelah 6 bulan bekerja mereka mampu menyesuaikan (sebagaimana saya juga menyesuaikan terhadap mereka). Tim kami yang tidak begitu besar, dikenal solid dan mumpuni. Event2 besar kami percayakan hanya pada 1 atau 2 orang saja sebagai PJ. Lain halnya dengan tim lain yang nampak begitu kerepotan kalau ada acara kecil sekalipun.

Terkadang memang saya merasa kasihan karena mereka harus mengikuti irama kerja saya. Tetapi akan lebih kasihan lagi kalau saya biarkan mereka bekerja hanya “seadanya”. Saya ingin mereka dan saya sama2 menjadi pribadi2 yang tangguh dan mampu diandalkan disegala posisi dan kondisi. Walaupun hasil yang kami capai masih jauh dari yang diharapkan, tetapi setidaknya kami memperoleh sebuah pembelajaran yang berharga.